TATA RIAS DAN BUSANA
Tata Rias dan Tata Busana dua serangkai yang
tidak dapat dipisahkan untuk penyajian suatu garapan tari. Seorang penata tari
perlu memikirkan dengan cermat dan teliti tata rias dan tata busana yang tepat
guna memperjelas dan sesuai dengan tema yang disajikan dan akan dinikmati oleh
penonton. Untuk itu memilih desain pakaian dan warna membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan yang matang karena kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan
pada tema cerita.
Dibawah ini akan dijelaskan pengertian dari Tata
Rias
- Tata Rias
Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk
mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah, menghias diri dalam
pergaulan. Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan untuk
menggambarkan/menentukan watak di atas pentas. Tata rias adalah seni
menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan
memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung/pentas
dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134). Sebagai
penggambaran watak di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh
pemain diperlukan adanya tata rias sebagai usaha menyusun hiasan
terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai
macam kekhususan yang masing-masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri.
Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:
- Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah.
- Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.
- Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan peran bangsa Belanda.
- Rias usia, merupakan riasan yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang tua usia tujuh puluhan (kakek/nenek).
- Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan. Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.
- Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan pemain. Misalnya memerankan watak putri luruh (lembut), putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.
- Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya. Misalnya pemain sedang memainkan waktu bangun tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.
- Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sesudah lepas dari penjara.
Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan
peranan, diperlukan pengetahuan tentang berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe dan
watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula pemahaman tentang pengetahuan
anatomi manusia dari berbagai usia, watak dan karakter manusia, serta untuk
seni pertunjukan tari dibutuhkan pengetahuan tentang karakter dan tokoh
pewayangan.
- Tata Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan
perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung.
Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian
- Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples.
- Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya binggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.
- Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, mekak, rompi, kace, rapek, ampok-ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.
- Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung keong, gelung bokor, dan sejenisnya).
- Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan. Misalnya perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe ceplok, deker (gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.
Perlengkapan atau alat yang dimainkan pemeran di atas
pentas disebut dengan istilah property. Misalnya, selendang, kipas,
tongkat, payung, kain, tombak, keris, dompet, topi, dan semacamnya.
Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna,
karena warna di alam seni pertunjukan berkaitan dengan karakter
seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang dikenakan
beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh karenanya
warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat juga
digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja
dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna
menjadi syarat utama karena begitu dilihat warnalah yang membawa
kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan
menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.
- Warna primer yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari warna merah, kuning, dan biru.. Warna merah adalah simbol keberanian, agresif/aktif. Pada dramatari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong, agresif/aktif. Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan ketentraman dan memiliki arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut dipakai oleh seorang satria atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian. Misalnya; Dewi Sinta, Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.
- Warna sekunder adalah warna campuran yaitu hijau, ungu, dan orange.
- Warna intermediet adalah warna campuran antara warna primer dengan warna dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange, kuning dengan violet.
- Warna tersier adalah campuran antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna merah dicampu orange, kuning dengan orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru, biru dengan violet, violet dengan merah.
- Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna sekunder dengan tersier yang melahirkan 12 warna campuran baru..
- Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memberikan kesan kematangan dan kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa dipakai oleh satria, raja, dan putri yang yang bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memberikan kesan muda, memiliki arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut dipakai oleh pendeta yang dianggap suci.
Warna-warna tersebut di atas dapat digolongkan menjadi
dua bagian sesuai dengan demensi, intensitas, terutama bila dikaitkan
dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas dan warna dingin. Warna
panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna dingin terdiri atas hijau, biru,
ungu, dan violet.
Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain
menjadi perhatian dan bahan pertimbangan, karena berhubungan erat dengan peran,
watak, dan karakter para tokohnya. Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap
karakter dari tokoh (pemain). Penggunaan warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan
dengan fungsinya sebagi simbol, di samping warna mempunyai efek emosional yang
kuat terhadap setiap orang.
Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak
merangsang), terkesan dingin. Warna hijau memberi kesan dingin. Warna
kuning dan orange memberi kesan perasaan riang, menarik perhatian. Warna merah
memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk berpikir (dinamis). Warna
merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi kesan ketenangan.